KETIDAKJUJURAN NANDA
Oleh E Widya Kristianti
Kriiiing…. Bel tanda masuk sekolah berbunyi. Aku dan teman-teman bergegas masuk kelas dan duduk di tempatnya masing-masing. Pelajaran jam pertama adalah Bahasa Indonesia. Kami menunggu Pak Sarman, Guru Bahasa Indonesia. Sesaat kemudian Pak Sarman memasuki kelas.
“Selamat pagi, anak-anak,” kata Pak Guru.
“Selamat pagi, Pak,” jawab kami serentak.
Pelajaran pun segera dimulai. Pak Guru menerangkan tentang cara membuat cerita pendek atau cerpen. Pak Guru memberi contoh cerita tentang “Kancil dan Buaya”. Cerita yang dibawakan Pak Guru sangat menarik perhatian. Aku senang mendengar cerita itu. Selain petualangannya menarik, cerita itu juga mengandung banyak nasihat yang dapat aku petik. Untuk tugas di rumah kami disuruh membuat cerpen.
“Cerpen itu harus asli karangan sendiri, tidak boleh mencontek,” kata Pak Guru kepada kami.
Seketika itu kelas menjadi ramai, kami semua bingung karena belum pernah membuat cerpen. Aku sendiri juga tidak yakin apa bisa membuat cerpen.
“Cerpen itu dikumpulkan minggu depan. Setiap siswa harus membaca cerpen yang dibuatnya di depan kelas,” kata Pak Guru menutup pelajaran.
Tak terasa pelajaran telah berakhir, waktunya kami untuk istirahat. Pada saat istirahat, aku dan teman-teman asyik membicarakan tugas Bahasa Indonesia. Kami semua kebingungan dengan ide cerita apa yang akan dibuat.
“Put, kamu mau membuat cerpen tentang apa?”, tanyaku kepada Putri sahabat dekatku.
“Wah, aku belum tahu. Belum ada ide,” kata Putri.
“Sama. Aku juga bingung mau buat cerita apa,” kataku.
Tiba-tiba Nanda teman sekelas datang menghampiri kami dan ikut ngobrol bersama.
“Kalian sedang membicarakan apa?”, tanya Nanda.
“Membicarakan tugas Bahasa Indonesia,” Putri segera menyahut.
“Kamu mau bikin cerita apa, Nda?”, tanya Putri.
“Wah, kalau soal itu aku juga bingung. Tapi, aku yakin kalau aku bisa membuat cerpen,” kata Nanda dengan nada sombong.
Tanda bel istirahat berakhir berbunyi. Waktu 20 menit untuk istirahat telah berakhir. Aku pun bergegas menuju ruang kelas dan mempersiapkan buku pelajaran selanjutnya. Setelah istirahat kami belajar Matematika. Aku tidak bisa konsentrasi belajar Matematika karena memikirkan tugas Bahasa Indonesia. Apalagi cerpen itu harus dibaca di depan kelas. Cerpen apa yang akan kubuat? Wah, benar-benar membuat bingung.
Setelah sampai di rumah, berganti baju, dan istirahat sejenak, aku mencari ide untuk membuat cerpen. Namun, aku belum juga menemukan ide bagus. Aku mencoba membongkar buku-buku cerita anak dan sambil membacanya, siapa tahu dari membaca buku-buku cerita aku mendapatkan ide. Ketika aku asyik membaca buku-buku cerita, tiba-tiba aku mendengar suara Mama yang datang menghampiriku.
“Kristi, kok buku-bukunya dikeluarkan semua? Mau mencari apa, nak?”, tanya Mama.
“Eh, Mama. Iya Ma, ada tugas dari Pak Sarman. Suruh bikin cerpen. Kristi lagi cari ide, siapa tahu dengan membaca buku-buku cerita Kristi mendapat ide bagus,” kataku menjelaskan.
“Oh, begitu …,” kata Mama sambil berlalu.
Akhirnya, setelah membaca beberapa cerita anak aku memperoleh ide. Aku membuat cerpen tentang “Semut dan Burung Jalak”. Membuat cerpen itu ternyata tidak mudah. Banyak dialog dalam cerpen yang aku buat masih terasa aneh. Setelah bekerja keras selama tiga hari, akhirnya cerpen itu selesai. Aku senang dan bangga, sebab aku berhasil membuat cerpen sendiri tanpa bantuan orang lain. Aku berharap cerpenku bisa menghibur teman-teman dan Pak Sarman.
Seminggu kemudian kami sudah siap dengan cerpen masing-masing. Kami semua bersemangat ingin segera membaca cerpen di depan kelas. Aku sendiri penasaran dengan cerita yang dibuat teman-teman.
Kriiiing…. Tanda bel masuk sekolah berbunyi. Aku dan teman-teman bergegas memasuki ruang kelas dengan tertib. Jam pertama adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Seperti yang pernah disampaikan Pak Sarman seminggu yang lalu, hari itu setiap siswa harus membaca cerpen yang dibuatnya di depan kelas.
“Selamat pagi, anak-anak,” kata Pak Sarman.
“Selamat pagi, Pak Guru,” jawab kami serentak.
“Seperti yang telah disampaikan Pak Guru minggu lalu, pada pelajaran hari ini setiap anak harus membaca cerpen yang telah dibuat. Supaya adil, giliran majunya sesuai dengan nomor presensi ya,” kata Pak Guru.
Pada saat salah satu anak maju di depan kelas membaca cerpen, anak-anak yang lain mendengarkan dengan tekun. Kami semua sangat senang dengan cerpen-cerpen yang dibacakan. Setiap anak yang sudah selesai membaca cerpennya selalu mendapat tepuk tangan yang meriah dari teman-teman lain. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya tiba giliranku maju ke depan kelas. Aku membaca cerpen tentang “Semut dan Burung Jalak”. Setelah selesai membaca cerpen, aku pun mendapat tepuk tangan dari teman-teman. Selanjutnya, giliran temanku Nanda yang maju ke depan kelas. Ia membaca cerpen yang berjudul “Kepiting dan Kura-kura”. Cerpen yang dibawakan Nanda sangat menarik perhatian kami. Nanda membaca cerpennya dengan penuh penghayatan. Aku mendengarkan cerpen Nanda dengan seksama. Setelah Nanda selesai membaca cerpen, aku termenung sejenak. Rasa-rasanya aku pernah membaca cerpen yang dibaca Nanda tadi di Majalah Ceria.
Ketika istirahat, aku dan teman-teman membicarakan cerpen yang baru saja dibaca di depan kelas. Akan tetapi, aku tetap penasaran dengan cerita yang dibuat Nanda. Akhirnya, aku memberanikan diri bertanya kepada Nanda.
“Cerpen tadi karanganmu sendiri, Nda?”, tanyaku sedikit hati-hati kepada Nanda.
“Iya, benar. Bagus, kan? Memangnya kenapa?”, kata Nanda balik bertanya.
“Sepertinya cerpen itu pernah aku dengar. Rasanya aku pernah membaca cerpen yang kamu buat tadi di Majalah Ceria,” kataku dengan nada penasaran.
“Ah, tidak mungkin. Mungkin cerpen yang kamu baca itu hanya kebetulan saja sama dengan cerpen yang aku buat,” kata Nanda menjelaskan.
Setelah mendengar penjelasan Nanda tadi, aku semakin penasaran dengan cerita yang dibuatnya.
Setelah pulang sekolah aku langsung bongkar-bongkar tumpukan Majalah Ceria. Kebetulan aku berlangganan Majalah Ceria. Setelah cukup lama membuka-buka majalah, akhirnya aku menemukan cerpen yang berjudul “Kepiting dan Kura-kura”. Cerpen itu aku baca dan isinya ternyata sama persis dengan cerpen yang dibuat Nanda. Untuk meyakinkan Nanda, majalah itu akan aku bawa ke sekolah.
Keesokan harinya, sambil membawa Majalah Ceria yang memuat cerpen “Kepiting dan Kura-kura” aku menemui Nanda.
“Nda, cerpen yang kamu baca kemarin itu ternyata ada di majalah ini,” kataku dengan sabar.
Nanda kemudian melihat cerpen itu. Namun, ia tetap tidak mengakui bahwa cerpennya adalah hasil mencontek dari Majalah Ceria. Untuk meyakinkan Nanda, aku mencocokkan setiap kalimat yang dibuat Nanda pada cerpennya dengan kalimat-kalimat yang ada di Majalah Ceria. Aku menemukan kalimat-kalimatnya sama persis. Ketika aku dan Nanda sedang membicarakan tentang cerpen itu, tiba-tiba Putri datang.
“Kalian tampak serius banget. Sedang membicarakan apa?”, tanya Putri.
Aku menyahut, “Ini Put, cerpen yang dibuat Nanda kemarin ternyata ada di Majalah Ceria. Ini buktinya,” kataku sambil menyodorkan majalah. Putri kemudian membaca cerpen Nanda dan mencocokkan setiap kalimat yang ada di Majalah Ceria.
“Wah, kalau demikian berarti Nanda telah berbuat tidak jujur. Nanda telah mencontek hasil karya orang lain,” kata Putri.
Setelah mendengar perkataan Putri, Nanda menangis. Dengan jujur ia mengakui bahwa cerpen yang dibuat memang hasil mencontek dari Majalah Ceria. Setelah itu Nanda minta maaf. Nanda menyesal karena telah berbuat tidak jujur. Aku dan Putri menghibur Nanda supaya tidak menangis. Aku juga memberi saran supaya tidak mengulangi perbuatannya yang tidak jujur itu.
“Maafkan aku, Kristi dan Putri. Aku mengakui bahwa cerpen yang aku buat kemarin memang hasil contekan dari Majalah Ceria. Aku pikir teman-teman tidak ada yang tahu,” kata Nanda sambil menangis.
Sebenarnya aku jengkel dengan Nanda karena tidak mau berterus terang kalau cerpen yang dibuatnya itu hasil mencontek. Akan tetapi, akhirnya aku senang karena ia sudah mengaku terus terang akan ketidakjujurannya. Bahkan, Nanda berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Setelah mendengar pengakuannya, aku, Nanda, dan Putri saling berjabat tangan. Kami berjanji untuk tetap bersahabat serta akan menghindari perbuatan yang tidak jujur.
*) Berdasarkan hasil penilaian Dewan Juri terhadap 1.495 Naskah Peserta Lomba Menulis Cerita Anak (LMCA) bagi siswa tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, cerita ini telah ditetapkan sebagai salah satu dari 15 finalis LMCA yang selanjutnya mengikuti seleksi final pada 14 s.d. 16 November 2011 di Hotel Prioritas Jl. Raya Puncak Km. 83, Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar